PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 72 TAHUN 2010
TENTANG
PERUSAHAAN
UMUM (PERUM) KEHUTANAN NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
: a. bahwa dalam rangka pengadaan usaha produktif
sesuai kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan cara
melakukan kegiatan produksi di bidang kehutanan, berupa penanaman,
pemeliharaan, pemungutan hasil hutan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan,
Pemerintah telah mendirikan Perusahaan Kehutanan Negara (Perum Perhutani)
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1972 tentang Pendirian Perusahaan
Umum Kehutanan Negara, sebagaimana telah beberapa kali diubah dan diatur
kembali, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2003 tentang
Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani);
b. bahwa dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003
tentang Badan Usaha Milik Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005
tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik
Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2003 tentang Perusahaan Umum
Kehutanan Negara (Perum Perhutani) perlu disesuaikan;
c. bahwa untuk mendukung pembangunan nasional, perlu melakukan
pengembangan usaha dengan menambah tugas dan kegiatan usaha Perusahaan Umum
(Perum) Kehutanan Negara;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara;
Mengingat
: 1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 3419);
3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4412);
4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4297);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian,
Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4556);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN
PEMERINTAH TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) KEHUTANAN NEGARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang
dimaksud dengan:
1. Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara, yang selanjutnya disebut
Perusahaan, adalah badan usaha milik negara yang seluruh modalnya dimiliki
Negara berupa kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham.
2. Pengurusan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Direksi dalam upaya
mencapai maksud dan tujuan Perusahaan.
3. Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Dewan Pengawas untuk
menilai Perusahaan dengan cara membandingkan antara keadaan yang sebenarnya
dengan keadaan yang seharusnya dilakukan, dalam bidang keuangan dan/atau dalam
bidang teknis operasional.
4. Pembubaran adalah pengakhiran Perusahaan yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
5. Pengelolaan Hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan
penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, rehabilitasi dan
reklamasi hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam.
6. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak
dibebani hak atas tanah.
7. Menteri adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk
mewakili Pemerintah selaku pemilik modal pada Perusahaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. Menteri Teknis adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kehutanan.
9. Direksi adalah organ Perusahaan yang bertanggung jawab atas
Pengurusan Perusahaan untuk kepentingan dan tujuan Perusahaan serta mewakili
Perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
10. Dewan Pengawas adalah organ Perusahaan yang bertugas melakukan
Pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan
kepengurusan Perusahaan.
BAB II
PENDIRIAN PERUSAHAAN
Pasal 2
Perusahaan yang didirikan dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1972 tentang Pendirian Perusahaan Umum
Kehutanan Negara, sebagaimana telah beberapa kali diubah dan diatur kembali,
terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2003 tentang Perusahaan
Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani), dilanjutkan berdirinya dan meneruskan
usahanya berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 3
(1) Dengan Peraturan Pemerintah ini, Pemerintah melanjutkan penugasan
kepada Perusahaan untuk melakukan Pengelolaan Hutan di Hutan Negara yang berada
di Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi
Banten, kecuali hutan konservasi, berdasarkan prinsip pengelolaan hutan lestari
dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
(2) Pengurangan wilayah Pengelolaan Hutan di Hutan Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengelolaan Hutan di Hutan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi kegiatan:
a. tata hutan dan penyusunan rencana Pengelolaan Hutan;
b. pemanfaatan hutan;
c. rehabilitasi dan reklamasi hutan; dan
d. perlindungan hutan dan konservasi alam.
(4) Pengelolaan Hutan di Hutan Negara oleh Perusahaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk kegiatan yang merupakan kewenangan publik
paling sedikit meliputi:
a. penunjukan dan penetapan kawasan hutan;
b. pengukuhan kawasan hutan;
c. pinjam pakai kawasan hutan;
d. tukar menukar kawasan hutan;
e. perubahan status dan fungsi kawasan hutan;
f. pemberian izin pemanfaatan hutan kepada pihak ketiga atas
Pengelolaan Hutan yang ada di wilayah kerja Perusahaan; dan
g. kegiatan yang berkaitan dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kehutanan;
(5) Pengelolaan Hutan di Hutan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat dikerjasamakan dengan pihak lain.
(6) Dalam hal kegiatan pinjam pakai kawasan hutan atau tukar menukar
kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dan huruf d
diperuntukan bagi kegiatan pembangunan di luar kegiatan kehutanan, Perusahaan
memberikan pertimbangan teknis.
Pasal 4
(1) Dalam rangka menjamin kelestarian fungsi hutan lindung, apabila
diperlukan, Pengelolaan Hutan di hutan lindung sebagai bagian dari Pengelolaan
Hutan di Hutan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), dapat
ditetapkan oleh Menteri Teknis sebagai penugasan khusus.
(2) Menteri Teknis dapat memberikan penugasan khusus kepada Perusahaan
untuk melakukan Pengelolaan Hutan selain yang ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) Penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
dilakukan berdasarkan hasil kajian bersama antara Perusahaan, Menteri, Menteri
Keuangan, dan Menteri Teknis yang dikoordinasikan oleh Menteri Teknis.
Pasal 5
(1) Apabila penugasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1) dan ayat (2) secara finansial tidak menguntungkan, Pemerintah harus
memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh Perusahaan,
termasuk margin yang diharapkan sepanjang dalam tingkat kewajaran sesuai dengan
penugasan yang diberikan.
(2) Perusahaan harus secara tegas melakukan pemisahan pembukuan
mengenai penugasan khusus Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1) dan ayat (2) dengan pembukuan dalam rangka pencapaian sasaran usaha
Perusahaan.
(3) Setelah melaksanakan penugasan khusus, Direksi wajib memberikan
laporan kepada Menteri dan Menteri Teknis.
Pasal 6
Dalam rangka menyelenggarakan
Pengelolaan Hutan di Hutan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal
4, Perusahaan dapat meminta bantuan tenaga Penyidik Pegawai Negeri Sipil dari
instansi pemerintah yang membidangi kehutanan.
Pasal 7
(1) Perusahaan menyelenggarakan kegiatan Pengelolaan Hutan sebagai
ekosistem sesuai dengan karakteristik wilayah untuk mendapatkan manfaat yang
optimal dari segi ekologi, sosial, dan ekonomi, bagi Perusahaan dan masyarakat,
sejalan dengan tujuan nasional dan daerah, yang dituangkan dalam Rencana
Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) yang disusun oleh Perusahaan dan disetujui
oleh Menteri Teknis atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Perusahaan membuat Rencana Teknik Tahunan (RTT) dengan mengacu pada
Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH).
(3) Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) dan Rencana Teknik
Tahunan (RTT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disusun sesuai
dengan pedoman yang diatur oleh Menteri Teknis.
(4) Menteri Teknis atau pejabat yang ditunjuk melakukan supervisi
Rencana Teknik Tahunan (RTT).
(5) Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) dan Rencana Teknik
Tahunan (RTT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), menjadi acuan
dalam penyusunan Rencana Jangka Panjang dan Rencana Kerja dan Anggaran
Perusahaan.
(6) Dalam melaksanakan Pengelolaan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) Perusahaan wajib melibatkan masyarakat sekitar hutan dengan memperhatikan
prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
(7) Upaya melibatkan masyarakat sekitar hutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) dapat dilakukan dengan cara :
a. memberikan dan menyelenggarakan penyuluhan, bimbingan,
pendampingan, pelayanan, bantuan teknik, pendidikan, dan/atau pelatihan;
b. menyebarluaskan informasi mengenai proses Pengelolaan Hutan kepada
masyarakat secara terbuka; dan
c. melindungi masyarakat dalam berperan serta pada pelaksanaan
Pengelolaan Hutan, antara lain memperhatikan dan menindaklanjuti saran dan usul
dari masyarakat dalam rangka Pengelolaan Hutan sepanjang sesuai dengan prinsip
tata kelola perusahaan yang baik dan dalam rangka perlindungan hutan.
Pasal 8
(1) Apabila terdapat kegiatan pembangunan di luar kegiatan kehutanan
pada lahan di dalam wilayah kerja Perusahaan oleh pihak lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (6), Perusahaan mendapatkan:
a. kompensasi atas nilai investasi; dan/atau
b. manfaat lain atas nilai hak Pengelolaan Hutan sesuai dengan pedoman
yang ditetapkan oleh Menteri Teknis.
(2) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh badan usaha untuk mencari keuntungan, manfaat dan/atau kompensasi dapat
dipakai sebagai penyertaan Perusahaan pada kegiatan pembangunan di luar
kegiatan kehutanan.
(3) Kegiatan pembangunan di luar kegiatan kehutanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. kepentingan religi;
b. pertambangan;
c. pembangunan ketenagalistrikan dan instalasi teknologi energi
terbarukan;
d. pembangunan jaringan telekomunikasi;
e. pembangunan jaringan instalasi air;
f. jalan khusus/jalan tol;
g. saluran air bersih dan/atau air limbah;
h. pengairan;
i. bak penampungan air;
j. fasilitas umum;
k. alat pancar ulang telekomunikasi;
l. stasiun pemancar radio;
m. stasiun relai televisi; dan
n. sarana keselamatan lalu lintas laut atau udara.
BAB III
ANGGARAN DASAR PERUSAHAAN
Bagian Kesatu
Nama, Tempat Kedudukan, dan Jangka Waktu
Pasal 9
(1) Perusahaan ini bernama Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara atau
disingkat Perum Perhutani.
(2) Perusahaan berkedudukan dan berkantor pusat di Jakarta.
(3) Perusahaan dapat membuka cabang atau perwakilan di tempat lain, di
dalam atau di luar wilayah Republik Indonesia sebagaimana ditetapkan oleh
Direksi dengan persetujuan Dewan Pengawas.
Pasal 10
Perusahaan ini didirikan untuk jangka
waktu yang tidak terbatas.
Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan serta Kegiatan Usaha
Pasal 11
(1) Maksud dan tujuan Perusahaan adalah menyelenggarakan usaha yang
bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang
berhubungan dengan Pengelolaan Hutan dan hasil hutan yang berkualitas dengan
harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip Pengelolaan Hutan
lestari dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
(2) Untuk mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Perusahaan menyelenggarakan kegiatan usaha utama:
a. tata hutan dan penyusunan rencana Pengelolaan Hutan;
b. pemanfaatan hutan, yang meliputi pemanfaatan kawasan, pemanfaatan
jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, pemungutan hasil
hutan kayu dan bukan kayu;
c. rehabilitasi dan reklamasi hutan;
d. perlindungan hutan dan konservasi alam;
e. pengolahan hasil hutan menjadi bahan baku atau bahan jadi;
f. pendidikan dan pelatihan di bidang kehutanan;
g. penelitian dan pengembangan di bidang kehutanan;
h. pengembangan agroforestri;
i. membangun dan mengembangkan Hutan Rakyat dan/atau Hutan Tanaman
Rakyat; dan
j. perdagangan hasil hutan dan hasil produksi sendiri maupun produksi
pihak lain.
(3) Selain kegiatan usaha utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Perusahaan dapat menyelenggarakan kegiatan usaha lain berupa:
a. usaha optimalisasi potensi sumber daya yang agrobisnis, properti,
pergudangan, pariwisata, hotel, resort, rest area, rumah sakit,
pertambangan galian C, prasarana telekomunikasi, pemanfaatan sumber daya air,
dan sumber daya alam lainnya; dan
b. kegiatan usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan
Perusahaan.
Bagian Ketiga
Modal
Pasal 12
(1) Modal Perusahaan merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan dan tidak terbagi atas saham.
(2) Besarnya modal Perusahaan adalah seluruh nilai penyertaan modal
negara dalam Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dengan jumlah
sebesar Rp.700.000.000.000,00 (tujuh ratus miliar rupiah) berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 2003 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum
Perhutani).
(3) Setiap perubahan penyertaan modal negara dalam Perusahaan, baik
berupa penambahan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
maupun pengurangan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Setiap penambahan penyertaan modal yang berasal dari kapitalisasi
cadangan dan sumber lainnya ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Keempat
Pengurusan Perusahaan
Paragraf 1
Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Direksi
Pasal 13
Pengurusan Perusahaan dilakukan oleh
Direksi.
Pasal 14
(1) Pengangkatan dan pemberhentian anggota dilakukan oleh Menteri.
Direksi
(2) Dalam rangka pengangkatan anggota Direksi, Menteri dapat meminta masukan
dari Menteri Teknis.
Pasal 15
(1) Pembagian tugas dan kewenangan anggota Direksi ditetapkan oleh
Menteri.
(2) Menteri dapat mendelegasikan kewenangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) kepada Dewan Pengawas.
Pasal 16
(1) Calon anggota Direksi yang ditetapkan sebagai anggota Direksi adalah
calon yang lulus seleksi melalui uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan
oleh tim dan/atau lembaga profesional yang dibentuk dan/atau ditunjuk oleh
Menteri.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pengangkatan
kembali pada posisi jabatan yang sama bagi anggota Direksi yang dinilai mampu melaksanakan
tugas dengan baik selama masa jabatannya.
(3) Calon anggota Direksi yang telah dinyatakan lulus uji kelayakan dan
kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan anggota Direksi yang diangkat
kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menandatangani kontrak
manajemen sebelum ditetapkan pengangkatannya sebagai anggota Direksi.
Pasal 17
(1) Yang dapat diangkat sebagai anggota Direksi adalah orang
perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah
dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan
Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau Perum
dinyatakan pailit atau orang yang tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana
yang merugikan keuangan negara.
(2) Selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang
dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang memenuhi criteria
keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku yang baik,
serta memiliki dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan
Perusahaan.
(3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan
dengan surat pernyataan yang ditandatangani oleh calon anggota Direksi dan
surat tersebut disimpan oleh Perusahaan.
(4) Pengangkatan anggota Direksi yang tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal karena hukum terhitung sejak tanggal
anggota Direksi lainnya atau Dewan Pengawas mengetahui tidak terpenuhinya
persyaratan tersebut.
Pasal 18
(1) Jumlah anggota Direksi ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan
kebutuhan.
(2) Dalam hal anggota Direksi lebih dari 1 (satu) orang, salah seorang
anggota Direksi diangkat sebagai Direktur Utama.
Pasal
19
Anggota Direksi diangkat untuk masa
jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal
20
(1) Dalam hal terjadi kekosongan
jabatan anggota Direksi, diatur ketentuan:
a. Menteri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal terjadi kekosongan jabatan sudah harus mengangkat anggota Direksi
untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut;
b. selama jabatan anggota Direksi kosong dan Menteri belum mengisi
jabatan anggota Direksi yang kosong sebagaimana dimaksud pada huruf a, Dewan Pengawas
menunjuk salah seorang anggota Direksi lainnya atau Menteri dapat menunjuk
pihak lain untuk sementara menjalankan tugas anggota Direksi yang kosong
tersebut sebagai pelaksana tugas anggota Direksi dengan tugas, kewenangan, dan
kewajiban yang sama;
c. dalam hal kekosongan jabatan anggota Direksi disebabkan karena
berakhirnya masa jabatan dan Menteri belum mengangkat anggota Direksi baru, anggota
Direksi yang berakhir masa jabatan tersebut dapat diangkat oleh Menteri sebagai
pelaksana tugas anggota Direksi untuk sementara menjalankan tugas anggota
Direksi yang kosong tersebut dengan kewajiban dan kewenangan yang sama sampai dengan
diangkatnya anggota Direksi yang definitif; dan
d. pelaksana tugas anggota Direksi yang kosong sebagaimana dimaksud pada
huruf b dan huruf c, selain anggota Direksi yang masih menjabat, memperoleh
gaji dan tunjangan atau fasilitas yang sama dengan anggota Direksi yang kosong
tersebut, tidak termasuk santunan purna jabatan.
(2) Dalam hal seluruh jabatan Direksi
kosong, diatur ketentuan sebagai berikut:
a. Menteri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal terjadi kekosongan jabatan sudah harus mengangkat anggota Direksi
untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut;
b. selama jabatan Direksi kosong dan Menteri belum mengisi jabatan
Direksi yang kosong sebagaimana dimaksud pada huruf a, untuk sementara Perusahaan
diurus oleh Dewan Pengawas atau pihak lain yang ditunjuk oleh Menteri sebagai
pelaksana tugas anggota Direksi dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban yang
sama;
c. dalam rangka melaksanakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada
huruf b, Dewan Pengawas dapat melakukannya secara bersama-sama atau menunjuk
salah seorang atau lebih di antara mereka untuk melakukan pengurusan
Perusahaan;
d. dalam hal seluruh jabatan Direksi kosong karena berakhirnya masa
jabatan dan Menteri belum mengangkat penggantinya, semua anggota Direksi yang
telah berakhir masa jabatannya tersebut dapat diangkat oleh Dewan Pengawas atau
Menteri untuk menjalankan pekerjaannya sebagai pelaksana tugas anggota Direksi
dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban yang sama; dan
e. pelaksana tugas anggota Direksi yang kosong sebagaimana dimaksud
pada huruf b dan huruf d, selain Dewan Pengawas memperoleh gaji dan tunjangan
dan/atau fasilitas yang sama dengan anggota Direksi yang kosong tersebut, tidak
termasuk santunan purna jabatan.
Pasal 21
(1) Setiap anggota Direksi berhak mengundurkan diri dari jabatannya
dengan memberitahukan secara tertulis kepada Menteri dan tembusan kepada Dewan
Pengawas dan anggota Direksi lainnya.
(2) Pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah harus
diterima oleh Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal efektif
pengunduran diri.
(3) Dalam hal pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disebutkan tanggal efektif kurang dari 30 (tiga puluh) hari dari tanggal surat
diterima, tanggal efektif pengunduran diri dihitung 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal surat diterima Menteri.
(4) Dalam hal pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menyebutkan tanggal efektif pengunduran diri, anggota Direksi tersebut berhenti
dengan sendirinya terhitung 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya
surat pengunduran diri.
(5) Apabila Menteri tidak memberikan keputusan sampai dengan 30 (tiga
puluh) hari atau sampai dengan tanggal efektif yang diminta, anggota Direksi
yang mengundurkan diri tersebut berhenti dengan sendirinya pada hari ke 30
(tiga puluh) terhitung sejak tanggal surat pengunduran diri diterima oleh
Menteri.
Pasal 22
(1) Antar anggota Direksi dan antara anggota Direksi dengan anggota
Dewan Pengawas dilarang memiliki hubungan keluarga sedarah atau hubungan karena
perkawinan sampai dengan derajat ketiga, baik menurut garis lurus maupun garis
ke samping.
(2) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Menteri berwenang memberhentikan salah seorang di antara mereka.
Pasal 23
(1) Anggota Direksi dilarang memangku jabatan rangkap sebagai:
a. anggota Direksi pada badan usaha milik negara lain, badan usaha milik
daerah, atau badan usaha milik swasta;
b. anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas pada badan usaha milik
negara;
c. jabatan struktural dan fungsional lainnya dalam instansi atau
lembaga pemerintah pusat atau daerah;
d. jabatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan/atau
e. jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.
(2) Anggota Direksi yang merangkap jabatan lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), masa jabatannya sebagai anggota Direksi berakhir terhitung sejak
tanggal terjadinya perangkapan jabatan.
(3) Dalam hal seseorang yang menduduki jabatan yang dilarang untuk
dirangkap dengan jabatan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diangkat sebagai anggota Direksi, yang bersangkutan harus mengundurkan diri
dari jabatan lama tersebut paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal pengangkatannya sebagai anggota Direksi.
(4) Anggota Direksi yang tidak mengundurkan diri dari jabatannya semula
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), jabatannya sebagai anggota Direksi berakhir
dengan lewatnya 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 24
(1) Anggota Direksi dilarang menjadi pengurus partai politik, calon
anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala
daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah.
(2) Pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif,
calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil
kepala daerah dilarang untuk diangkat menjadi anggota Direksi.
(3) Dalam hal anggota Direksi menjadi pengurus partai politik, calon
anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala
daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah, yang bersangkutan berhenti
dari jabatannya sebagai anggota Direksi terhitung sejak tanggal ditetapkan
menjadi pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif,
calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil
kepala daerah.
Pasal 25
(1) Anggota Direksi dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir
berdasarkan keputusan Menteri dengan menyebutkan alasannya.
(2) Pemberhentian anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan alasan bahwa pada kenyataannya anggota Direksi yang
bersangkutan:
a. tidak dapat memenuhi kewajibannya yang telah disepakati dalam
kontrak manajemen;
b. tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik;
c. tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau
ketentuan anggaran dasar;
d. terlibat dalam tindakan yang merugikan Perusahaan dan/atau negara;
e. melakukan tindakan yang melanggar etika dan/atau kepatutan yang
seharusnya dihormati sebagai anggota Direksi badan usaha milik negara;
f. dinyatakan bersalah dengan putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum yang tetap; atau
g. mengundurkan diri.
(3) Selain alasan pemberhentian anggota Direksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), demi kepentingan dan tujuan Perusahaan, Direksi dapat diberhentikan
oleh Menteri berdasarkan alasan lainnya yang dinilai tepat oleh Menteri.
(4) Rencana pemberhentian anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberitahukan kepada anggota Direksi yang bersangkutan secara lisan atau
tertulis oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(5) Keputusan pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a sampai dengan huruf d dan ayat (3) diambil setelah yang
bersangkutan diberi kesempatan membela diri.
(6) Pembelaan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan secara
tertulis kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk dalam waktu paling lama 14 (empat
belas) hari terhitung sejak tanggal anggota Direksi yang bersangkutan
diberitahu sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(7) Dalam hal anggota Direksi yang diberhentikan telah melakukan
pembelaan diri atau menyatakan tidak berkeberatan atas rencana pemberhentiannya
pada saat diberitahukan, maka ketentuan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) dianggap telah terpenuhi.
(8) Selama rencana pemberhentian masih dalam proses, anggota Direksi
yang bersangkutan wajib melaksanakan tugas sebagaimana mestinya.
(9) Pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
d dan huruf f merupakan pemberhentian tidak dengan hormat.
Pasal 26
(1) Jabatan anggota Direksi berakhir apabila:
a. meninggal dunia;
b. masa jabatannya berakhir;
c. diberhentikan berdasarkan keputusan Menteri; dan/atau
d. tidak lagi memenuhi
persyaratan sebagai anggota Direksi berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dan ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d termasuk
tetapi tidak terbatas pada rangkap jabatan yang dilarang dan pengunduran diri.
(3) Anggota Direksi yang berhenti sebelum atau setelah masa jabatannya
berakhir, kecuali berhenti karena meninggal dunia tetap bertanggung jawab
terhadap tindakannya yang belum diterima pertanggungjawabannya oleh Menteri.
Pasal 27
Dewan Pengawas dapat memberhentikan
anggota Direksi untuk sementara waktu apabila anggota Direksi bertindak bertentangan
dengan Peraturan Pemerintah ini, terdapat indikasi melakukan kerugian
Perusahaan, melalaikan kewajibannya, atau terdapat alasan yang mendesak bagi Perusahaan,
dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
a. keputusan Dewan Pengawas mengenai pemberhentian sementara anggota
Direksi dilakukan sesuai dengan tata cara pengambilan keputusan Dewan Pengawas;
b. pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada huruf a harus
diberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan disertai alasan yang
menyebabkan tindakan tersebut dengan tembusan kepada Menteri dan Direksi;
c. pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf b disampaikan dalam
jangka waktu paling lama 2 (dua) hari setelah tanggal ditetapkannya
pemberhentian sementara tersebut;
d. anggota Direksi yang diberhentikan sementara tidak berwenang menjalankan
Pengurusan Perusahaan dan mewakili Perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan;
e. dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah pemberhentian
sementara sebagaimana dimaksud pada huruf d, Menteri harus memutuskan mencabut
atau menguatkan keputusan pemberhentian sementara tersebut setelah anggota
Direksi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri; dan/atau
f. dalam hal jangka waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksud
pada huruf e telah lewat dan Menteri tidak dapat mengambil keputusan, pemberhentian
sementara tersebut menjadi batal.
Paragraf 2
Tugas, Kewenangan, dan Kewajiban Direksi
Pasal 28
Direksi bertugas menjalankan segala
tindakan yang berkaitan dengan Pengurusan Perusahaan untuk kepentingan
Perusahaan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perusahaan serta mewakili
Perusahaan baik di dalam maupun di luar Pengadilan tentang segala hal dan
segala kejadian, dengan pembatasan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan, Anggaran Dasar, dan/atau peraturan Menteri.
Pasal 29
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 Direksi berwenang untuk:
a. menetapkan kebijakan kepengurusan Perusahaan;
b. mengatur penyerahan kekuasaan Direksi kepada seorang atau beberapa
orang anggota Direksi untuk mengambil keputusan atas nama Direksi atau mewakili
Perusahaan di dalam dan di luar pengadilan;
c. mengatur penyerahan kekuasaan Direksi kepada seorang atau beberapa
orang pekerja Perusahaan baik sendirisendiri maupun bersama-sama atau kepada
orang lain, untuk mewakili Perusahaan di dalam dan di luar pengadilan;
d. mengatur ketentuan tentang ketenagakerjaan Perusahaan termasuk
penetapan gaji, pensiun atau jaminan hari tua dan penghasilan lain bagi pekerja
Perusahaan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan ketentuan
penetapan gaji, pensiun atau jaminan hari tua, dan penghasilan lain bagi pekerja
yang melampaui kewajiban yang ditetapkan peraturan perundang-undangan harus
mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri;
e. mengangkat dan memberhentikan pekerja Perusahaan berdasarkan
peraturan ketenagakerjaan Perusahaan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
f. mengangkat dan memberhentikan sekretaris Perusahaan; dan
g. melakukan segala tindakan dan perbuatan lainnya mengenai Pengurusan
dan pemilikan kekayaan Perusahaan, mengikat Perusahaan dengan pihak lain dan/atau
pihak lain dengan Perusahaan, serta mewakili Perusahaan di dalam dan di luar
pengadilan tentang segala hal dan segala kejadian, dengan pembatasan sebagaimana
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, Anggaran Dasar, dan/atau peraturan
Menteri yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 30
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 Direksi wajib untuk:
a. mengusahakan dan menjamin terlaksananya usaha dan kegiatan
Perusahaan sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usahanya;
b. menyiapkan pada waktunya Rencana Jangka Panjang Perusahaan, Rencana
Kerja dan Anggaran Perusahaan serta perubahannya, dan menyampaikannya kepada Dewan
Pengawas dan Menteri untuk mendapatkan pengesahan dari Menteri sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
c. memberikan penjelasan kepada Menteri mengenai Rencana Jangka
Panjang Perusahaan serta Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan;
d. membuat risalah rapat Direksi;
e. membuat laporan tahunan sebagai wujud pertanggungjawaban Pengurusan
Perusahaan dan dokumen keuangan sesuai dengan Undang-Undang tentang Dokumen
Perusahaan;
f. menyusun laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan
dan menyerahkan kepada Akuntan Publik untuk diaudit;
g. menyampaikan laporan tahunan termasuk laporan keuangan kepada
Menteri untuk disetujui dan disahkan;
h. memberikan penjelasan kepada Menteri mengenai laporan tahunan;
i. memelihara risalah rapat Dewan Pengawas, risalah rapat Direksi,
laporan tahunan, dokumen keuangan Perusahaan, dan dokumen lain;
j. menyimpan di tempat kedudukan Perusahaan, risalah rapat Dewan
Pengawas dan risalah rapat Direksi, laporan tahunan, dokumen keuangan, dan
dokumen lain;
k. menyusun sistem akuntansi sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan
dan berdasarkan prinsip pengendalian intern, terutama fungsi Pengurusan, pencatatan,
penyimpanan, dan Pengawasan;
l. memberikan laporan berkala menurut cara dan waktu sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, serta laporan lainnya setiap kali diminta oleh Dewan
Pengawas dan/atau Menteri;
m. menyiapkan susunan organisasi Perusahaan lengkap dengan perincian
dan tugasnya;
n. memberikan penjelasan tentang segala hal yang ditanyakan atau yang
diminta anggota Dewan Pengawas dan Menteri;
o. menyusun dan menetapkan blue print organisasi Perusahaan;
dan
p. menjalankan kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah ini dan yang ditetapkan oleh Menteri berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 31
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Direksi wajib mencurahkan tenaga,
pikiran, perhatian, dan pengabdiannya secara penuh pada tugas, kewajiban, dan
pencapaian tujuan Perusahaan.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi wajib mematuhi Anggaran
Dasar Perusahaan dan ketentuan peraturan perundang-undangan dan wajib melaksanakan
prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban,
serta kewajaran.
(3) Dalam mengurus Perusahaan, Direksi melaksanakan petunjuk yang
diberikan oleh Menteri sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundangundangan dan/atau Anggaran Dasar ini.
Pasal 32
(1) Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung
jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perusahaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas
kerugian Perusahaan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan
tugasnya untuk kepentingan dan usaha Perusahaan.
(3) Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan bahwa:
a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan Pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian
untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perusahaan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung
atas tindakan Pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut.
(4) Tindakan yang dilakukan oleh anggota Direksi di luar yang diputuskan
oleh rapat Direksi menjadi tanggung jawab pribadi yang bersangkutan sampai
dengan tindakan dimaksud disetujui oleh rapat Direksi.
Pasal 33
(1) Perbuatan Direksi di
bawah ini wajib mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Pengawas untuk:
a. mengagunkan aktiva tetap untuk penarikan kredit jangka pendek;
b. mengadakan kerjasama dengan badan usaha atau pihak lain berupa
kerjasama lisensi, kontrak manajemen, menyewakan aset, Kerja Sama Operasi (KSO),
Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/BOT), Bangun Milik Serah (Build
Own Transfer/BOwT), Bangun Serah Guna (Build Transfer Operate/BTO),
dan kerjasama lainnya dengan nilai atau jangka waktu tertentu yang ditetapkan
oleh Menteri;
c. menerima atau memberikan pinjaman jangka menengah atau jangka
panjang, kecuali pinjaman (utang atau piutang) yang timbul karena transaksi bisnis,
dan pinjaman yang diberikan kepada anak perusahaan dengan ketentuan pinjaman
kepada anak perusahaan dilaporkan kepada Dewan Pengawas;
d. menghapuskan dari pembukuan piutang macet dan persediaan barang
mati;
e. melepaskan aktiva tetap bergerak dengan umur ekonomis yang lazim
berlaku dalam industri pada umumnya sampai dengan 5 (lima) tahun; dan/atau
f. menetapkan struktur organisasi 1 (satu) tingkat di bawah Direksi.
(2) Dalam rangka memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) Direksi menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Dewan Pengawas disertai
dokumen yang diperlukan.
(3) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
diterimanya permohonan dari Direksi, Dewan Pengawas harus memberikan keputusan.
(4) Dalam hal Dewan Pengawas masih membutuhkan penjelasan atau dokumen
tambahan dari Direksi, Dewan Pengawas meminta penjelasan dan/atau dokumen tambahan
dimaksud dari Direksi dalam kurun waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
diterimanya penjelasan dan/atau dokumen tambahan dari Direksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), Dewan Pengawas memberikan keputusan.
Pasal 34
(1) Perbuatan di bawah ini
hanya dapat dilakukan oleh Direksi setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri
untuk:
a. mengagunkan aktiva tetap untuk penarikan kredit jangka menengah
atau jangka panjang;
b. melakukan penyertaan modal pada perusahaan lain;
c. mendirikan anak perusahaan dan/atau perusahaan patungan;
d. melepaskan penyertaan modal pada anak perusahaan dan/atau
perusahaan patungan;
e. melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan, dan
pembubaran anak perusahaan dan/atau perusahaan patungan;
f. mengikat Perusahaan sebagai penjamin (borg atau avalist);
g. mengadakan kerjasama dengan badan usaha atau pihak lain berupa
kerjasama lisensi, kontrak manajemen, menyewakan aset, Kerja Sama Operasi (KSO),
Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/BOT), Bangun Milik Serah (Build
Own Transfer/BOwT), Bangun Serah Guna (Build Transfer Operate /BTO)
dan kerjasama lainnya dengan nilai atau jangka waktu melebihi yang ditetapkan
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b;
h. tidak menagih lagi piutang macet yang telah dihapusbukukan;
i. melepaskan dan menghapuskan aktiva tetap Perusahaan, kecuali
aktiva tetap bergerak dengan umur ekonomis yang lazim berlaku dalam industry pada
umumnya sampai dengan 5 (lima) tahun;
j. menetapkan blue print organisasi Perusahaan;
k. menetapkan dan mengubah logo Perusahaan;
l. melakukan tindakan lain dan tindakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33 ayat (1) yang belum ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan;
m. membentuk yayasan, organisasi, dan/atau perkumpulan baik yang berkaitan
langsung maupun tidak langsung dengan Perusahaan yang dapat berdampak bagi
Perusahaan;
n. pembebanan biaya Perusahaan yang bersifat tetap dan rutin untuk
yayasan, organisasi, dan/atau perkumpulan baik yang berkaitan langsung maupun tidak
langsung dengan Perusahaan; dan/atau
o. pengusulan wakil dari Perusahaan untuk menjadi calon anggota
Direksi dan/atau Dewan Komisaris pada perusahaan patungan dan/atau anak perusahaan
yang memberikan kontribusi signifikan kepada Perusahaan dan/atau bernilai
strategis yang ditetapkan Menteri.
(2) Untuk memperoleh
persetujuan tertulis dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi menyampaikan
permohonan secara tertulis kepada Menteri disertai dengan tanggapan tertulis
dari Dewan Pengawas dan dokumen yang diperlukan.
(3) Untuk memperoleh
tanggapan tertulis dari Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Direksi menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Dewan Pengawas disertai
dokumen yang diperlukan.
(4) Dalam waktu paling lama
30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya permohonan dari Direksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Dewan Pengawas harus memberikan tanggapan tertulis.
(5) Dalam hal Dewan Pengawas masih membutuhkan penjelasan atau dokumen
tambahan dari Direksi, Dewan Pengawas meminta penjelasan dan/atau dokumen tambahan
tersebut dari Direksi dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(6) Dalam hal Dewan Pengawas tidak memberikan tanggapan tertulis dan
tidak meminta penjelasan dan/atau dokumen tambahan dari Direksi dalam waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), Direksi dapat menyampaikan permohonan tertulis kepada
Menteri untuk memperoleh persetujuan tertulis tanpa tanggapan tertulis Dewan
Pengawas disertai penjelasan mengenai tidak ada tanggapan tertulis dari Dewan
Pengawas.
(7) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
diterimanya penjelasan dan/atau dokumen tambahan dari Direksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), Dewan Pengawas harus memberikan tanggapan tertulis.
(8) Apabila dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
diterimanya penjelasan dan/atau dokumen tambahan dari Direksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) Dewan Pengawas tidak memberikan tanggapan tertulis,
Direksi menyampaikan permohonan kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan tertulis
disertai penjelasan mengenai tidak ada tanggapan tertulis dari Dewan Pengawas.
Pasal 35
(1) Berdasarkan usulan Dewan Pengawas, Menteri dapat menetapkan Direksi
melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 tanpa mendapat
persetujuan tertulis dari Dewan Pengawas.
(2) Menteri dapat mendelegasikan kewenangan pemberian persetujuan atas
tindakan Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 kepada Dewan Pengawas.
(3) Apabila diperlukan demi mengamankan Perusahaan, Menteri dapat
menetapkan pembatasan lain kepada Direksi.
Pasal 36
(1) Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28,
apabila tidak ditetapkan lain oleh Direksi, maka Direktur Utama berhak dan berwenang
bertindak untuk dan atas nama Direksi serta mewakili Perusahaan,dengan
ketentuan semua tindakan Direktur Utama tersebut telah disetujui oleh Rapat
Direksi.
(2) Dalam hal Direktur Utama tidak ada atau berhalangan karena sebab
apapun yang tidak perlu dibuktikan kepada pihak ketiga, salah seorang Direktur
yang ditunjuk oleh Direktur Utama berwenang bertindak atas nama Direksi.
(3) Dalam hal Direktur Utama tidak melakukan penunjukan, maka salah
seorang Direktur yang ditunjuk oleh dan di antara anggota Direksi yang ada berwenang
bertindak atas nama Direksi.
(4) Dalam hal penunjukkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
dilakukan, maka salah seorang Direktur yang paling lama menjabat sebagai
anggota Direksi berwenang bertindak atas nama Direksi.
(5) Dalam hal Direktur yang paling lama menjabat sebagai anggota Direksi
lebih dari 1 (satu) orang, maka Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
yang tertua dalam usia yang berwenang bertindak atas nama Direksi.
Pasal 37
Direksi berhak mengangkat seorang atau
lebih sebagai wakil atau kuasanya untuk melakukan perbuatan hukum tertentu dengan
memberikan kuasa khusus yang diatur dalam surat kuasa.
Pasal 38
(1) Pembagian tugas dan kewenangan setiap anggota Direksi ditetapkan
oleh Menteri.
(2) Menteri dapat melimpahkan kewenangan mengenai pembagian tugas dan
kewenangan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Dewan Pengawas.
Paragraf 3
Rapat Direksi
Pasal 39
(1) Segala keputusan Direksi diambil dalam rapat Direksi.
(2) Keputusan Direksi dapat pula diambil di luar rapat Direksi sepanjang
seluruh anggota Direksi setuju tentang cara dan materi yang diputuskan.
(3) Dalam setiap rapat Direksi harus dibuat risalah rapat yang
ditandatangani oleh Ketua rapat Direksi dan seluruh anggota Direksi yang hadir,
yang berisi hal-hal yang dibicarakan dan diputuskan, termasuk pernyataan ketidaksetujuan
anggota Direksi jika ada.
(4) Salinan risalah rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan
kepada Dewan Pengawas untuk diketahui.
Pasal 40
(1) Direksi mengadakan rapat setiap kali apabila dianggap perlu oleh
seorang atau lebih anggota Direksi atau atas permintaan tertulis dari seorang
atau lebih anggota Dewan Pengawas atau Menteri dengan menyebutkan hal-hal yang
akan dibicarakan.
(2) Rapat Direksi diadakan di tempat kedudukan Perusahaan, di tempat
kegiatan usaha Perusahaan, atau di tempat lain di wilayah negara Republik Indonesia
yang ditetapkan oleh Direksi.
(3) Panggilan rapat Direksi
dilakukan secara tertulis oleh anggota Direksi yang berhak mewakili Perusahaan
dan disampaikan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sebelum rapat diadakan
atau dalam waktu yang lebih singkat jika dalam keadaan mendesak, tidak termasuk
tanggal panggilan dan tanggal rapat.
(4) Dalam surat panggilan rapat harus dicantumkan acara, tanggal, waktu,
dan tempat rapat.
(5) Rapat Direksi adalah sah dan berhak mengambil keputusan yang
mengikat apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota
Direksi atau wakilnya.
(6) Dalam hal Rapat Direksi dilaksanakan tanpa panggilan rapat secara
tertulis, rapat tersebut adalah sah dan berhak mengambil keputusan yang
mengikat apabila dihadiri oleh seluruh anggota Direksi atau wakilnya.
(7) Dalam mata acara lain-lain, rapat Direksi tidak berhak mengambil
keputusan kecuali semua anggota Direksi atau wakilnya yang sah hadir dan
menyetujui agenda rapat yang menjadi mata acara lain-lain.
Pasal 41
(1) Seorang anggota Direksi dapat diwakili dalam rapat hanya oleh
anggota Direksi lainnya berdasarkan kuasa tertulis yang diberikan khusus untuk
keperluan itu.
(2) Seorang anggota Direksi hanya dapat mewakili seorang anggota Direksi
lainnya.
Pasal 42
(1) Rapat Direksi dipimpin oleh Direktur Utama.
(2) Dalam hal Direktur Utama tidak hadir atau berhalangan, rapat Direksi
dipimpin oleh seorang Direktur yang khusus ditunjuk oleh Direktur Utama.
(3) Dalam hal Direktur Utama tidak melakukan penunjukkan, salah seorang
Direktur yang ditunjuk oleh dan di antara anggota Direksi yang ada berwenang untuk
memimpin rapat Direksi.
(4) Dalam hal penunjukkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
dilakukan, anggota Direksi yang paling lama menjabat sebagai anggota Direksi
yang memimpin rapat Direksi.
(5) Dalam hal anggota Direksi yang paling lama menjabat sebagai anggota
Direksi lebih dari 1 (satu) orang, salah seorang dari anggota Direksi tersebut
yang tertua dalam usia berwenang memimpin rapat Direksi.
Pasal 43
(1) Keputusan dalam rapat Direksi diambil dengan musyawarah untuk
mufakat.
(2) Dalam hal keputusan tidak dapat diambil dengan musyawarah untuk
mufakat, keputusan diambil dengan suara terbanyak biasa.
(3) Setiap anggota Direksi berhak untuk mengeluarkan 1 (satu) suara dan
tambahan 1 (satu) suara untuk anggota Direksi yang diwakilinya.
(4) Apabila jumlah suara yang setuju dan yang tidak setuju sama
banyaknya, keputusan rapat adalah yang sesuai dengan pendapat ketua rapat
dengan tetap memperhatikan ketentuan mengenai tanggung jawab sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2).
(5) Dalam hal usulan lebih dari dua alternatif dan hasil pemungutan
suara belum mendapatkan satu alternative dengan suara lebih dari ½ (satu per
dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, dilakukan pemilihan ulang
terhadap dua usulan yang memperoleh suara terbanyak sehingga salah satu usulan
memperoleh suara lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan.
(6) Suara blanko atau abstain dianggap setuju terhadap usul yang
diajukan dalam Rapat.
(7) Suara yang tidak sah dianggap tidak ada dan tidak dihitung dalam
menentukan jumlah suara yang dikeluarkan dalam Rapat.
Paragraf 4
Benturan Kepentingan Anggota Direksi
Pasal 44
(1) Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perusahaan apabila:
a. terjadi perkara di depan pengadilan antara Perusahaan dengan
anggota Direksi yang bersangkutan; dan/atau
b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang
bertentangan dengan kepentingan Perusahaan.
(2) Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Perusahaan diwakili oleh salah seorang Direktur yang ditunjuk dari dan oleh
anggota Direksi selain anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal benturan kepentingan menyangkut semua anggota Direksi,
Perusahaan diwakili oleh Dewan Pengawas atau oleh seseorang yang ditunjuk oleh Dewan
Pengawas.
(4) Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
tidak ada Dewan Pengawas, Menteri mengangkat seorang atau lebih untuk mewakili Perusahaan.
(5) Dalam hal seluruh anggota Direksi atau Dewan Pengawas mempunyai
benturan kepentingan dengan Perusahaan, Menteri menunjuk pihak lain untuk mewakili
Perusahaan.
Bagian Kelima
Pengawasan
Paragraf 1
Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Pengawas
Pasal 45
Pengawasan
Perusahaan dilakukan oleh Dewan Pengawas.
Pasal 46
(1) Pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Pengawas dilakukan oleh
Menteri.
(2) Anggota Dewan Pengawas dapat terdiri dari unsurunsur pejabat di
bawah Menteri Teknis, Menteri Keuangan, Menteri, dan pimpinan kementerian/ lembaga
pemerintah non kementerian yang kegiatannya berhubungan langsung dengan
Perusahaan.
(3) Pengangkatan anggota Dewan Pengawas dari unsurunsur sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tetap memperhatikan persyaratan anggota
Dewan Pengawas sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 47
(1) Yang dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas adalah orang
perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah
dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan
Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau Perum
dinyatakan pailit atau orang yang tidak pernah dihukum karena melakukan tindak
pidana yang merugikan keuangan negara.
(2) Selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang
dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas adalah orang perseorangan yang
memiliki integritas, dedikasi, memahami masalah manajemen perusahaan yang
berkaitan dengan salah satu fungsi manajemen, memiliki pengetahuan yang memadai
di bidang usaha Perusahaan, dan dapat menyediakan waktu yang cukup untuk
melaksanakan tugasnya.
(3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan
dengan surat pernyataan yang ditandatangani oleh calon anggota Dewan Pengawas
dan surat tersebut disimpan oleh Perusahaan.
(4) Pengangkatan anggota Dewan Pengawas yang tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal karena hukum sejak tanggal anggota Dewan
Pengawas lainnya atau Direksi mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan
tersebut.
Pasal 48
(1) Jumlah anggota Dewan Pengawas ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan
kebutuhan.
(2) Dalam hal anggota Dewan Pengawas lebih dari 1 (satu) orang, salah
seorang anggota Dewan Pengawas diangkat sebagai Ketua Dewan Pengawas.
Pasal 49
(1) Anggota Dewan Pengawas diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun
dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(2) Pengangkatan anggota Dewan Pengawas tidak bersamaan waktunya dengan
pengangkatan anggota Direksi.
Pasal 50
(1) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan anggota Dewan Pengawas, diatur
ketentuan:
a. Menteri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggalterjadi kekosongan jabatan sudah harus mengangkat anggota Dewan Pengawas
untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut;
b. dalam hal kekosongan jabatan anggota Dewan Pengawas disebabkan
karena berakhirnya masa jabatan dan Menteri belum mengangkat anggota Dewan
Pengawas baru, anggota Dewan Pengawas yang berakhir masa jabatan tersebut dapat
diangkat oleh Menteri sebagai pelaksana tugas anggota Dewan Pengawas untuk
sementara menjalankan tugas anggota Dewan Pengawas yang kosong tersebut dengan
kewajiban dan kewenangan yang sama sampai dengan diangkatnya anggota Dewan Pengawas
yang definitif; dan
c. pelaksana tugas anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada
huruf b diberikan honorarium dan tunjangan atau fasilitas yang sama dengan
anggota Dewan Pengawas yang kosong tersebut, tidak termasuk santunan purna
jabatan.
(2) Dalam hal jabatan
seluruh anggota Dewan Pengawas kosong, diatur ketentuan:
a. Menteri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal terjadi kekosongan sudah harus mengangkat anggota Dewan Pengawas untuk
mengisi kekosongan tersebut;
b. selama jabatan Dewan Pengawas kosong dan Menteri belum mengisi
jabatan Dewan Pengawas yang kosong sebagaimana dimaksud pada huruf a, Menteri
mengangkat seorang atau beberapa orang sebagai pelaksana tugas anggota Dewan
Pengawas untuk sementara melaksanakan tugas Dewan Pengawas dengan tugas,
kewenangan, dan kewajiban yang sama;
c. dalam hal seluruh jabatan Dewan Pengawas kosong karena berakhirnya
masa jabatan dan Menteri belum mengangkat penggantinya, semua anggota Dewan
Pengawas yang telah berakhir masa jabatannya tersebut dapat diangkat oleh
Menteri sebagai pelaksana tugas anggota Dewan Pengawas untuk menjalankan
pekerjaannya sebagai anggota Dewan Pengawas dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban
yang sama; dan
d. pelaksana tugas anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada
huruf b dan huruf c memperoleh honorarium dan tunjangan dan/atau fasilitas
sebagai anggota Dewan Pengawas, tidak termasuk santunan purna jabatan.
Pasal 51
(1) Setiap anggota Dewan Pengawas berhak
mengundurkan diri dari jabatannya dengan memberitahukan secara tertulis kepada
Menteri dan tembusan kepada anggota Dewan Pengawas lainnya dan Direksi.
(2) Pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sudah harus diterima oleh Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum
tanggal efektif pengunduran diri.
(3) Dalam hal pengunduran diri sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) disebutkan tanggal efektif kurang dari 30 (tiga puluh) hari dari
tanggal surat diterima, tanggal efektif pengunduran diri dihitung 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal surat diterima Menteri.
(4) Dalam hal pengunduran diri sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak menyebutkan tanggal efektif pengunduran diri, anggota Dewan
Pengawas tersebut berhenti dengan sendirinya terhitung 30 (tiga puluh) hari
sejak tanggal diterimanya surat pengunduran diri.
(5) Apabila Menteri tidak memberikan keputusan
sampai dengan 30 (tiga puluh) hari atau sampai dengan tanggal efektif yang
diminta, anggota Dewan Pengawas yang mengundurkan diri tersebut berhenti dengan
sendirinya pada hari ke-30 (tiga puluh) terhitung sejak tanggal surat
pengunduran diri diterima oleh Menteri.
Pasal 52
(1) Antar anggota Dewan Pengawas dan antara anggota Dewan Pengawas
dengan anggota Direksi dilarang memiliki hubungan keluarga sedarah atau
hubungan karena perkawinan sampai dengan derajat ketiga, baik menurut garis
lurus maupun garis ke samping.
(2) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Menteri berwenang memberhentikan salah seorang di antara mereka.
Pasal 53
(1) Anggota Dewan Pengawas dilarang memangku jabatan rangkap sebagai:
a. anggota Direksi pada badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, badan usaha milik swasta;
b. jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan/atau
c. jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.
(2) Anggota Dewan Pengawas yang merangkap jabatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), masa jabatannya sebagai anggota Dewan Pengawas berakhir
terhitung sejak terjadinya perangkapan jabatan.
(3) Dalam hal seseorang yang menduduki jabatan yang dilarang untuk
dirangkap dengan jabatan anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas, yang bersangkutan harus mengundurkan
diri dari jabatan lama tersebut paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pengangkatannya
sebagai anggota Dewan Pengawas.
(4) Anggota Dewan Pengawas yang tidak mengundurkan diri dari jabatannya
semula sebagaimana dimaksud pada ayat (3), jabatannya sebagai anggota Dewan Pengawas
berakhir dengan lewatnya 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat
(3).
Pasal 54
(1) Anggota Dewan Pengawas dilarang menjadi pengurus partai politik,
calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil
kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah.
(2) Pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif,
calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil
kepala daerah dilarang untuk diangkat menjadi anggota Dewan Pengawas.
(3) Dalam hal anggota Dewan Pengawas menjadi pengurus partai politik,
calon anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil
kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah, yang bersangkutan
berhenti dari jabatannya sebagai anggota Dewan Pengawas terhitung sejak
ditetapkan menjadi pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif,
calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil
kepala daerah.
Pasal 55
(1) Anggota Dewan Pengawas dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya
berakhir berdasarkan keputusan Menteri dengan menyebutkan alasannya.
(2) Pemberhentian anggota
Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan alas an
bahwa pada kenyataannya, anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan:
a. tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik;
b. tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau
ketentuan Anggaran Dasar;
c. terlibat dalam tindakan yang merugikan Perusahaan dan/atau negara;
d. melakukan tindakan yang melanggar etika dan/atau kepatutan yang
seharusnya dihormati sebagai anggota Dewan Pengawas badan usaha milik negara;
e. dinyatakan bersalah dengan putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum yang tetap; dan/atau
f. mengundurkan diri.
(3) Selain alasan
pemberhentian anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
anggota Dewan Pengawas dapat diberhentikan oleh Menteri berdasarkan alasan
lainnya yang dinilai tepat oleh Menteri demi kepentingan dan tujuan Perusahaan.
(4) Rencana pemberhentian
anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan kepada
anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan secara lisan atau tertulis oleh
Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(5) Keputusan pemberhentian
karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d dan
ayat (3) diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri.
(6) Pembelaan diri
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan secara tertulis kepada Menteri
atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri dalam waktu paling lama 14 (empat
belas) hari terhitung sejak tanggal anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan
diberitahu sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(7) Dalam hal anggota Dewan
Pengawas yang diberhentikan telah melakukan pembelaan diri atau menyatakan
tidak keberatan atas rencana pemberhentiannya pada saat diberitahukan,
ketentuan mengenai waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dianggap telah
terpenuhi.
(8) Selama rencana
pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) masih dalam proses, anggota
Dewan Pengawas yang bersangkutan wajib melaksanakan tugasnya sebagaimana
mestinya.
(9) Pemberhentian karena
alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf e merupakan pemberhentian
tidak dengan hormat.
Pasal 56
(1)
Jabatan anggota Dewan Pengawas berakhir apabila:
a. meninggal
dunia;
b. masa
jabatannya berakhir;
c. diberhentikan
berdasarkan keputusan Menteri; dan/atau
d. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota Dewan Pengawas
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d termasuk tetapi
tidak terbatas pada rangkap jabatan yang dilarang dan pengunduran diri.
(3) Anggota Dewan Pengawas yang berhenti sebelum atau setelah masa
jabatannya berakhir, kecuali berhenti karena meninggal dunia tetap bertanggung
jawab terhadap tindakannya yang belum diterima pertanggungjawabannya oleh
Menteri.
Paragraf 2
Tugas, Kewenangan, dan Kewajiban Dewan Pengawas
Pasal 57
Dewan Pengawas bertugas:
a. melakukan Pengawasan terhadap kebijakan Pengurusan dan jalannya
Pengurusan pada umumnya baik mengenai Perusahaan maupun usaha Perusahaan yang dilakukan
oleh Direksi; dan
b. memberikan nasihat kepada Direksi termasuk Pengawasan terhadap
pelaksanaan Rencana Jangka Panjang Perusahaan, Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan,
Anggaran Dasar, Keputusan Menteri, dan ketentuan peraturan perundang-undangan
untuk kepentingan Perusahaan sesuai dengan maksud dan tujuan Perusahaan.
Pasal 58
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57, Dewan Pengawas berwenang untuk:
a. melihat buku, surat serta dokumen lainnya, memeriksa kas untuk
keperluan verifikasi dan lain-lain surat berharga, dan memeriksa kekayaan
Perusahaan;
b. memasuki pekarangan, gedung, dan kantor yang dipergunakan oleh
Perusahaan;
c. meminta penjelasan dari Direksi dan/atau pejabat lainnya mengenai
segala persoalan yang menyangkut pengelolaan Perusahaan;
d. mengetahui segala kebijakan dan tindakan yang telah dan akan
dijalankan oleh Direksi;
e. meminta Direksi dan/atau pejabat lainnya di bawah Direksi dengan
sepengetahuan Direksi untuk menghadiri rapat Dewan Pengawas;
f. mengangkat dan memberhentikan sekretaris Dewan Pengawas, jika
dianggap perlu;
g. memberhentikan sementara anggota Direksi sesuai dengan ketentuan
Peraturan Pemerintah ini;
h. membentuk komite lain selain komite audit, jika dianggap perlu
dengan memperhatikan kemampuan Perusahaan;
i. menggunakan tenaga ahli untuk hal tertentu dan dalam jangka waktu
tertentu atas beban Perusahaan, jika dianggap perlu;
j. melakukan tindakan Pengurusan Perusahaan dalam keadaan tertentu
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini;
k. menghadiri rapat Direksi dan memberikan pandangan terhadap hal-hal
yang dibicarakan; dan
l. melaksanakan kewenangan Pengawasan lainnya sepanjang
tidakbertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Anggaran
Dasar, dan/atau keputusan Menteri.
Pasal 59
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57, Dewan Pengawas wajib untuk:
a. memberi nasihat kepada Direksi dalam melaksanakan Pengurusan
Perusahaan;
b. meneliti dan menelaah serta menandatangani Rencana Jangka Panjang
Perusahaan serta Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan yang disiapkan Direksi
sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini;
c. memberikan pendapat dan saran kepada Menteri mengenai Rencana
Jangka Panjang Perusahaan serta Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan;
d. mengikuti perkembangan kegiatan Perusahaan, memberikan pendapat dan
saran kepada Menteri mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi kepengurusan
Perusahaan;
e. melaporkan dengan segera kepada Menteri apabila terjadi gejala
menurunnya kinerja Perusahaan;
f. meneliti dan menelaah laporan berkala dan laporan tahunan yang
disiapkan Direksi serta menandatangani laporan tahunan;
g. memberikan penjelasan, pendapat, dan saran kepada Menteri mengenai
laporan tahunan, apabila diminta;
h. menyusun program kerja tahunan dan dimasukkan dalam Rencana Kerja
dan Anggaran Perusahaan;
i. membentuk komite audit;
j. mengusulkan auditor eksternal kepada Menteri;
k. membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya;
l. memberikan laporan tentang tugas Pengawasan yang telah dilakukan
selama tahun buku yang baru lampau kepada Menteri; dan
m. melaksanakan kewajiban lainnya dalam rangka tugas Pengawasan dan
pemberian nasihat, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundangundangan, Anggaran Dasar, dan/atau keputusan Menteri.
Pasal 60
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Dewan Pengawas wajib mematuhi
Anggaran Dasar dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan
prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban,
dan kewajaran.
(2) Dalam mengawasi Perusahaan, Dewan Pengawas melaksanakan petunjuk
yang diberikan oleh Menteri sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan/atau Anggaran Dasar.
Pasal 61
(1) Setiap anggota Dewan Pengawas wajib dengan itikad baik, penuh
kehati-hatian dan tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perusahaan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap anggota Dewan Pengawas bertanggung jawab penuh secara pribadi
atas kerugian Perusahaan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai
menjalankan tugasnya untuk kepentingan dan usaha Perusahaan.
(3) Dalam hal Dewan Pengawas terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Pengawas
atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku secara tanggung
renteng bagi setiap anggota Dewan Pengawas.
(4) Anggota Dewan Pengawas tidak bertanggungjawab atas kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan bahwa:
a. telah melakukan Pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian
untuk kepentingan Perusahaan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perusahaan;
b. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan Pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
c. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau
berlanjutnya kerugian tersebut.
Pasal 62
Untuk membantu kelancaran pelaksanaan
tugasnya, Dewan Pengawas dapat mengangkat seorang sekretaris Dewan Pengawas
atas beban Perusahaan.
Pasal 63
Jika dianggap perlu, Dewan Pengawas
dalam melaksanakan tugasnya dapat memperoleh bantuan tenaga ahli untuk hal tertentu
dan jangka waktu tertentu atas beban Perusahaan.
Pasal 64
Semua biaya yang diperlukan dalam rangka
pelaksanaan tugas Dewan Pengawas dibebankan kepada Perusahaan dan secara jelas
dimuat dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan.
Paragraf 3
Rapat Dewan Pengawas
Pasal 65
(1) Segala keputusan Dewan Pengawas diambil dalam rapat Dewan Pengawas.
(2) Keputusan Dewan Pengawas dapat pula diambil di luar rapat Dewan
Pengawas sepanjang seluruh anggota Dewan Pengawas setuju tentang cara dan
materi yang diputuskan.
(3) Dalam setiap rapat Dewan Pengawas harus dibuat risalah rapat yang
ditandatangani oleh Ketua rapat Dewan Pengawas dan seluruh anggota Dewan
Pengawas yang hadir, yang berisi hal-hal yang dibicarakan dan diputuskan,
termasuk pernyataan ketidaksetujuan anggota Dewan Pengawas jika ada.
(4) Asli risalah rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan
kepada Direksi untuk disimpan dan dipelihara.
Pasal 66
(1) Dewan Pengawas mengadakan rapat paling sedikit 1 (satu) kali dalam
setiap bulan dan dalam rapat tersebut Dewan Pengawas dapat mengundang Direksi.
(2) Selain Rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Dewan Pengawas dapat
mengadakan rapat sewaktuwaktu apabila diperlukan oleh Ketua Dewan Pengawas, diusulkan
oleh paling sedikit 1/3 (satu per tiga) dari jumlah anggota Dewan Pengawas,
atau atas permintaan tertulis dari Menteri, dengan menyebutkan hal-hal yang akan
dibicarakan.
(3) Rapat Dewan Pengawas diadakan di tempat kedudukan Perusahaan, di
tempat kegiatan usaha Perusahaan, atau di tempat lain di wilayah Negara Republik
Indonesia yang ditetapkan oleh Dewan Pengawas.
Pasal 67
(1) Panggilan rapat Dewan Pengawas dilakukan secara tertulis oleh Ketua
Dewan Pengawas atau oleh anggota Dewan Pengawas yang ditunjuk oleh Ketua Dewan Pengawas
dan disampaikan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sebelum rapat diadakan
atau dalam waktu yang lebih singkat jika dalam keadaan mendesak, tidak termasuk
tanggal panggilan dan tanggal rapat.
(2) Dalam surat panggilan rapat harus mencantumkan acara, tanggal,
waktu, dan tempat rapat.
(3) Panggilan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disyaratkan
apabila semua anggota Dewan Pengawas hadir dalam rapat.
(4) Rapat Dewan Pengawas adalah sah dan berhak mengambil keputusan yang
mengikat, apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota Dewan
Pengawas atau wakilnya.
(5) Dalam hal rapat Dewan Pengawas dilaksanakan tanpa panggilan rapat
secara tertulis, rapat tersebut adalah sah dan berhak mengambil keputusan yang
mengikat apabila dihadiri oleh seluruh anggota Dewan Pengawas atau wakilnya.
(6) Dalam mata acara lain-lain, rapat Dewan Pengawas tidak berhak
mengambil keputusan kecuali semua anggota Dewan Pengawas atau wakilnya yang sah
hadir dan menyetujui agenda rapat yang menjadi mata acara lain-lain.
Pasal 68
(1) Seorang anggota Dewan Pengawas dapat diwakili dalam rapat hanya oleh
anggota Dewan Pengawas lainnya berdasarkan kuasa tertulis yang diberikan khusus
untuk keperluan itu.
(2) Seorang anggota Dewan Pengawas hanya dapat mewakili seorang anggota
Dewan Pengawas lainnya.
Pasal 69
(1) Rapat Dewan Pengawas dipimpin oleh Ketua Dewan Pengawas.
(2) Dalam hal Ketua Dewan Pengawas tidak hadir atau berhalangan, rapat
Dewan Pengawas dipimpin oleh seorang anggota Dewan Pengawas yang khusus
ditunjuk oleh Ketua Dewan Pengawas.
(3) Dalam hal Ketua Dewan Pengawas tidak melakukan penunjukkan, salah seorang
anggota Dewan Pengawas yang ditunjuk oleh dan di antara anggota Dewan Pengawas
yang ada, berwenang untuk memimpin rapat Dewan Pengawas.
(4) Dalam hal penunjukkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
dilakukan, anggota Dewan Pengawas yang paling lama menjabat sebagai anggota
Dewan Pengawas yang memimpin rapat Dewan Pengawas.
(5) Dalam hal anggota Dewan Pengawas yang paling lama menjabat sebagai
anggota Dewan Pengawas lebih dari 1 (satu) orang, salah seorang dari anggota
Dewan Pengawas tersebut yang tertua dalam usia berwenang memimpin rapat Dewan
Pengawas.
Pasal 70
(1) Keputusan dalam rapat Dewan Pengawas diambil dengan musyawarah untuk
mufakat.
(2) Dalam hal keputusan tidak dapat diambil dengan musyawarah mufakat,
keputusan diambil dengan suara terbanyak biasa.
(3) Setiap anggota Dewan Pengawas berhak untuk mengeluarkan 1 (satu)
suara ditambah 1 (satu) suara untuk anggota Dewan Pengawas yang diwakilinya.
(4) Apabila jumlah suara yang setuju dan yang tidak setuju sama
banyaknya, keputusan rapat adalah yang sesuai dengan pendapat ketua rapat
dengan tetap memperhatikan ketentuan mengenai tanggung jawab sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2).
(5) Suara blanko atau abstain dianggap menyetujui usul yang
diajukan dalam rapat.
(6) Suara yang tidak sah dianggap tidak ada dan tidak dihitung dalam
menentukan jumlah suara yang dikeluarkan dalam Rapat.
Bagian Keenam
Rencana Jangka Panjang
Pasal 71
(1) Direksi
wajib menyiapkan rancangan Rencana Jangka Panjang yang merupakan rencana
strategis yang memuat sasaran dan tujuan Perusahaan yang hendak dicapai dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun.
(2) Rancangan Rencana Jangka Panjang yang telah ditandatangani bersama
oleh Direksi dengan Dewan Pengawas disampaikan kepada Menteri untuk disahkan menjadi
Rencana Jangka Panjang.
Pasal 72
Rencana Jangka Panjang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) paling sedikit memuat:
a. evaluasi pelaksanaan Rencana Panjang Jangka sebelumnya;
b. posisi Perusahaan pada saat penyusunan Rencana Jangka Panjang;
c. asumsi yang dipakai dalam penyusunan Rencana Jangka Panjang;
d. penetapan misi, sasaran, strategi, kebijakan, dan program kerja
Rencana Jangka Panjang; dan
e. kebijakan pengembangan usaha Perusahaan.
Bagian Ketujuh
Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan
Pasal 73
(1) Direksi wajib menyiapkan rancangan Rencana Kerja dan Anggaran
Perusahaan yang memuat penjabaran tahunan dari Rencana Jangka Panjang.
(2) Rancangan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang telah ditandatangani bersama dengan Dewan Pengawas diajukan
kepada Menteri paling lama 60 (enam puluh) hari sebelum tahun anggaran dimulai
untuk memperoleh pengesahan.
(3) Rancangan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disahkan oleh Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah
tahun anggaran berjalan.
(4) Dalam hal rancangan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan belum
disahkan oleh Menteri dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
rancangan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan tersebut dianggap sah untuk
dilaksanakan sepanjang telah memenuhi ketentuan tata cara penyusunan Rencana Kerja
dan Anggaran Perusahaan.
(5) Apabila Perusahaan
dinyatakan sehat selama 2 (dua) tahun berturut-turut, kewenangan Menteri untuk mengesahkan
Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dikuasakan kepada Dewan Pengawas.
Pasal 74
(1) Perubahan terhadap Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan yang telah
disahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (3) dilakukan oleh Menteri.
(2) Usul perubahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan yang telah
ditandatangani bersama dengan Dewan Pengawas disampaikan oleh Direksi kepada Menteri
untuk mendapat persetujuan.
(3) Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah harus
diberikan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya usulan
perubahan dari Direksi.
(4) Dalam hal rancangan perubahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan
belum disahkan oleh Menteri dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
rancangan perubahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan tersebut dianggap sah
untuk dilaksanakan sepanjang telah memenuhi ketentuan tata cara penyusunan
perubahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan.
(5) Dalam hal pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan telah
dilimpahkan kepada Dewan Pengawas, kewenangan persetujuan perubahan Rencana
Kerja dan Anggaran Perusahaan ditetapkan oleh Dewan Pengawas.
Pasal 75
Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 paling sedikit memuat:
a. misi, sasaran usaha, strategi usaha, kebijakan Perusahaan, dan
program kerja/kegiatan;
b. anggaran Perusahaan yang dirinci atas setiap anggaran program
kerja/kegiatan;
c. proyeksi keuangan Perusahaan dan anak perusahaannya;
d. program kerja Dewan Pengawas; dan
e. hal-hal lain yang memerlukan keputusan Menteri.
Bagian Kedelapan
Pelaporan
Pasal 76
(1) Direksi wajib menyiapkan laporan berkala yang memuat pelaksanaan
Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan.
(2) Laporan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi laporan
triwulanan dan laporan tahunan.
(3) Selain laporan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direksi sewaktu-waktu
dapat pula memberikan laporan khusus kepada Dewan Pengawas dan/atau Menteri.
(4) Laporan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan laporan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan dengan bentuk, isi, dan
tatacara penyusunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 77
(1) Direksi wajib menyampaikan laporan triwulanan kepada Dewan Pengawas
paling lama 30 (tigapuluh) hari setelah berakhirnya periode triwulanan
tersebut.
(2) Laporan triwulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani
oleh semua anggota Direksi.
(3) Dalam hal ada anggota Direksi tidak menandatangani laporan
triwulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus disebutkan alasannya
secara tertulis.
Pasal 78
(1) Dalam waktu paling lama 5 (lima) bulan setelah tahun buku Perusahaan
ditutup, Direksi wajib menyampaikan laporan tahunan termasuk laporan keuangan
yang telah diaudit kepada Menteri untuk memperoleh pengesahan.
(2) Laporan tahunan Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan Dewan Pengawas.
(3) Dalam hal ada anggota Direksi atau Dewan Pengawas tidak
menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus
disebutkan alasannya secara tertulis.
(4) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling
sedikit:
a. perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang
baru lampau dan perhitungan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan serta penjelasan
atas dokumen tersebut, serta laporan mengenai hak-hak Perusahaan yang tidak
tercatat dalam pembukuan antara lain penghapusbukuan piutang;
b. neraca gabungan dan perhitungan laba rugi gabungan dari perusahaan
yang tergabung dalam satu grup, di samping neraca dan perhitungan laba rugi
dari masing-masing perusahaan tersebut;
c. laporan mengenai keadaan dan jalannya Perusahaan serta hasil yang
telah dicapai;
d. kegiatan utama Perusahaan dan perubahan selama tahun buku;
e. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi
kegiatan Perusahaan;
f. laporan mengenai tugas Pengawasan yang telah dilaksanakan oleh
Dewan Pengawas selama tahun buku yang baru lampau;
g. nama anggota Direksi dan Dewan Pengawas; dan
h. gaji dan tunjangan lain bagi anggota Direksi dan honorarium serta
tunjangan lain bagi anggota Dewan Pengawas.
Pasal 79
(1) Perhitungan tahunan Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78
ayat (4) huruf a dibuat sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan.
(2) Dalam hal Standar Akuntansi Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, harus diberikan penjelasan serta
alasannya.
Pasal 80
(1) Direksi wajib menyerahkan perhitungan tahunan kepada auditor
eksternal yang ditunjuk oleh Menteri atas usul Dewan Pengawas untuk diperiksa.
(2) Laporan atas hasil pemeriksaan auditor eksternal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada Menteri untuk
disahkan.
(3) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
dipenuhi, pengesahan perhitungan tahunan tidak dapat dilakukan.
(4) Perhitungan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah
mendapat pengesahan Menteri diumumkan dalam surat kabar harian.
Pasal 81
(1) Persetujuan laporan tahunan dan pengesahan perhitungan tahunan
Perusahaan dilakukan oleh Menteri.
(2) Dalam hal dokumen perhitungan tahunan yang disediakan ternyata tidak
benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan Dewan Pengawas secara tanggung renteng
bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.
(3) Anggota Direksi dan Dewan Pengawas dibebaskan dari tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila terbukti keadaan tersebut bukan
karena kesalahannya.
Pasal 82
Pengesahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 81 membebaskan Direksi dan Dewan Pengawas dari tanggung jawab terhadap
Pengurusan dan Pengawasan yang telah dijalankan selama tahun buku yang lalu,
sejauh tindakan tersebut termuat dalam laporan tahunan dan perhitungan tahunan
serta dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kesembilan
Satuan Pengawasan Intern
Pasal 83
(1) Perusahaan wajib membentuk Satuan Pengawasan Intern.
(2) Satuan Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin
oleh seorang kepala yang bertanggung jawab kepada Direktur Utama.
Pasal 84
Satuan Pengawasan Intern bertugas:
a. membantu Direktur Utama dalam melaksanakan pemeriksaan operasional
dan keuangan Perusahaan, menilai pengendalian, pengelolaan dan pelaksanaannya pada
Perusahaan, serta memberikan saran perbaikannya;
b. memberikan laporan tentang hasil pemeriksaan atau hasil pelaksanaan
tugas Satuan Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud pada huruf a kepada Direktur
Utama; dan
c. memonitor tindak lanjut atas hasil pemeriksaan yang telah
dilaporkan.
Pasal 85
(1) Direktur Utama menyampaikan laporan hasil pemeriksaan Satuan
Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 huruf b kepada seluruh anggota
Direksi, untuk selanjutnya ditindaklanjuti dalam rapat Direksi.
(2) Direksi wajib memperhatikan dan segera mengambil langkah yang
diperlukan atas segala sesuatu yang dikemukakan dalam setiap laporan hasil
pemeriksaan yang dibuat oleh Satuan Pengawasan Intern.
Pasal 86
Atas permintaan tertulis Dewan
Pengawas, Direksi wajib memberikan keterangan hasil pemeriksaan atau hasil pelaksanaan
tugas Satuan Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 huruf b.
Pasal 87
Dalam melaksanakan tugasnya, Satuan
Pengawasan Intern wajib menjaga kelancaran tugas satuan organisasi lainnya dalam
Perusahaan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing.
Bagian Kesepuluh
Komite Audit dan Komite Lainnya
Pasal 88
(1) Dewan Pengawas wajib membentuk komite audit yang bekerja secara
kolektif dan berfungsi membantu Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya.
(2) Pembentukan komite audit dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Komite audit bertugas untuk:
a. membantu Dewan Pengawas dalam memastikan efektivitas sistem
pengendalian intern dan efektivitas pelaksanaan tugas auditor eksternal dan
auditor internal;
b. menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilaksanakan
oleh Satuan Pengawasan Intern maupun auditor eksternal;
c. memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem pengendalian
manajemen serta pelaksanaannya;
d. memastikan telah terdapat prosedur review yang memuaskan
terhadap segala informasi yang dikeluarkan Perusahaan;
e. melakukan identifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Dewan
Pengawas serta tugas Dewan Pengawas lainnya; dan
f. melakukan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan/atau yang ditetapkan oleh Dewan Pengawas.
Pasal 89
(1) Dewan Pengawas dapat membentuk komite lain untuk membantu tugas
Dewan Pengawas.
(2) Pembentukan dan pelaksanaan tugas komite lain dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kesebelas
Penggunaan Laba dan Dana Cadangan
Pasal 90
(1) Setiap tahun buku, Perusahaan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari
laba bersih untuk cadangan.
(2) Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sampai cadangan mencapai paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari modal
Perusahaan.
(3) Dana cadangan sampai dengan jumlah 20% (dua puluh persen) dari modal
Perusahaan hanya dapat digunakan untuk menutup kerugian Perusahaan.
(4) Apabila dana cadangan telah melebihi jumlah 20% (dua puluh persen),
Menteri dapat memutuskan agar kelebihan dari dana cadangan tersebut digunakan
untuk keperluan Perusahaan.
(5) Direksi harus mengelola dana cadangan agar dana cadangan tersebut
memperoleh laba dengan cara yang baik dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Laba yang diperoleh dari pengelolaan dana cadangan dimasukkan dalam
perhitungan laba rugi.
Pasal 91
(1) Penggunaan laba bersih Perusahaan termasuk jumlah penyisihan untuk
cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ditetapkan oleh Menteri.
(2) Menteri dapat menetapkan sebagian atau seluruh laba bersih
Perusahaan digunakan untuk pembagian dividen dan/atau pembagian lain seperti
tansiem (tantiem) untuk Direksi dan Dewan Pengawas, bonus untuk karyawan,
atau penempatan laba bersih tersebut dalam cadangan Perusahaan yang antara lain
diperuntukan bagi perluasan usaha Perusahaan.
Pasal 92
Jika perhitungan laba rugi pada suatu
tahun buku menunjukkan adanya kerugian yang tidak dapat ditutup dengan dana
cadangan, kerugian itu akan tetap dicatat dalam pembukuan Perusahaan dan
Perusahaan dianggap tidak mendapat laba selama kerugian yang tercatat itu belum
seluruhnya tertutup, dengan tidak mengurangi ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Keduabelas
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan
Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan
Pasal 93
(1) Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan perubahan bentuk badan
hukum Perusahaan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan perubahan bentuk badan
hukum Perusahaan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Bagian Ketigabelas
Pembubaran Perusahaan
Pasal 94
(1) Pembubaran Perusahaan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pembubaran Perusahaan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 95
(1) Dalam hal Perusahaan bubar, Perusahaan tidak dapat melakukan
perbuatan hukum kecuali diperlukan untuk membereskan kekayaan Perusahaan dalam
proses likuidasi.
(2) Tindakan pemberesan kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pencatatan dan pengumpulan kekayaan Perusahaan;
b. penentuan tata cara pembagian kekayaan Perusahaan;
c. pembayaran kepada para kreditor;
d. pembayaran sisa kekayaan Perusahaan hasil likuidasi kepada Menteri;
dan
e. tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan
kekayaan Perusahaan. Bagian Keempatbelas Tahun Buku Perusahaan
Pasal 96
Tahun buku Perusahaan adalah tahun
takwim, kecuali jika ditetapkan lain oleh Menteri.
Bagian Kelimabelas
Karyawan Perusahaan
Pasal 97
(1) Karyawan Perusahaan merupakan pekerja Perusahaan yang pengangkatan,
pemberhentian, hak, dan kewajibannya ditetapkan oleh Direksi berdasarkan perjanjian
kerja bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
(2) Bagi Perusahaan tidak berlaku segala ketentuan kepegawaian dan eselonisasi
jabatan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 98
Dalam hal karyawan Perusahaan diangkat
menjadi anggota Direksi Perusahaan, Direksi pada badan usaha milik Negara lain,
atau Direksi anak Perusahaan yang dahulunya berstatus badan usaha milik negara,
yang bersangkutan pensiun sebagai karyawan Perusahaan dengan pangkat tertinggi
dalam Perusahaan, terhitung sejak tanggal diangkat menjadi anggota Direksi, dan
berhak atas hak pension tertinggi dalam Perusahaan.
Pasal 99
(1) Karyawan Perusahaan dilarang menjadi pengurus partai politik, calon
anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala
daerah, kepala daerah, dan/atau wakil kepala daerah.
(2) Dalam hal karyawan Perusahaan menjadi pengurus partai politik, calon
anggota legislatif, anggota legislatif, calon kepala daerah, calon wakil kepala
daerah, kepala daerah, dan/atau wakilkepala daerah, yang bersangkutan berhenti
dengan sendirinya dari jabatannya sebagai karyawan terhitung sejak tanggal ditetapkan
menjadi pengurus partai politik, calon anggota legislatif, anggota legislatif,
calon kepala daerah, calon wakil kepala daerah, kepala daerah, dan/atau wakil
kepala daerah.
Bagian Keenambelas
Penerbitan Obligasi dan Surat Utang Lainnya
Pasal 100
Penerbitan obligasi dan surat utang
lainnya oleh Perusahaan ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Ketujuh belas
Pengadaan Barang dan Jasa
Pasal 101
(1) Pengadaan barang dan jasa oleh Perusahaan yang menggunakan dana langsung
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara baik sebagian maupun seluruhnya dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Direksi Perusahaan menetapkan tata cara pengadaan barang dan jasa
bagi Perusahaan selain pengadaan barang dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), berdasarkan pedoman umum yang ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Kedelapanbelas
Penghasilan Direksi dan Dewan Pengawas
Pasal 102
(1) Besaran dan jenis penghasilan Direksi dan Dewan Pengawas ditetapkan
oleh Menteri dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Penetapan penghasilan Direksi dan Dewan Pengawas dilakukan dengan
memperhatikan pendapatan, aktiva, pencapaian target, kemampuan keuangan, dan
tingkat kesehatan Perusahaan.
(3) Selain memperhatikan hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Menteri dapat pula memperhatikan faktor-faktor lain yang relevan.
(4) Selain penghasilan yang diterima sebagai anggota Direksi dan Dewan
Pengawas yang ditetapkan oleh Menteri, anggota Direksi dan anggota Dewan
Pengawas dilarang mengambil keuntungan pribadi dari kegiatan Perusahaan.
Bagian Kesembilanbelas
Dokumen Perusahaan
Pasal 103
Direksi wajib mengelola dokumen
Perusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai dokumen
perusahaan.
Bagian Keduapuluh
Penghapusan dan Pemindahtanganan Aset Perusahaan
Pasal 104
Penghapusan dan pemindahtanganan aset
Perusahaan dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam Peraturan
Menteri.
Bagian Keduapuluh Satu
Kepailitan
Pasal 105
(1) Pengajuan permohonan untuk mempailitkan Perusahaan ke pengadilan
hanya dapat dilakukan oleh Menteri Keuangan.
(2) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi
dan kekayaan Perusahaan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan
tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas
kerugian tersebut.
(3) Anggota Direksi yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena
kesalahan atau kelalaiannya, tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng
atas kerugian tersebut.
Bagian Keduapuluh Dua
Ganti Rugi
Pasal 106
Anggota Direksi dan semua karyawan
Perusahaan yang karena tindakan melawan hukum menimbulkan kerugian bagi
Perusahaan diwajibkan mengganti kerugian tersebut.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 107
Pada saat Peraturan Pemerintah ini
mulai berlaku, peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2003 tentang
Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani) tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dan belum diganti dengan ketentuan baru berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini.
Pasal 108
Pada saat Peraturan Pemerintah ini
mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2003 tentang Perusahaan Umum
Kehutanan Negara (Perum Perhutani) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 67), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 109
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Oktober 2010
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR.
H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Oktober 2010
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd
PATRIALIS
AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2010 NOMOR 124
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK
INDONESIA
Kepala Biro Peraturan
Perundang-undangan
Bidang Perekonomian dan
Industri,
ttd
Setio Sapto Nugroho
Tidak ada komentar:
Posting Komentar